Senin, 02 Mei 2011

Khitbah


HADITS KE 5 - 9 TENTANG BAB NIKAH

A.Pendahuluan
Khitbah                                  
Definisi khitbah:
Secara bahasa: Khitbah adalah urusan atau perkara, baik itu kecil ataupun besar, ma khatbuka ai sya’nuka alladzi takhtubuhu maksudnya apa urusanmu sehingga kamu mengkhibah.[1]
Secara istilah: Khitbah adalah menampakan kesukaan untuk menikah kepada seorang wanita, dan pemberitahuanya wanita tersebut kepada walinya. Adapun pemberitahuan tersebut bisa langsung dari khatib (lelaki yang ingin meminang), atau lewat perantara orang lain.[2]
Macam macam Khitbah:
(a). Khitbah dengan menggunakan kalimat yang jelas, seperti ucapan laki-laki dengan mengatakan: saya ingin menikah dengan si fulanah.
(b). Khitbah dengan menggunakan kalimat sindiran, dengan mengatakan secara langsung kepada  seorang wanita, seperti ucapan: kamu sudah pantas untuk menikah atau dengan mengatakan saya ingin mencari wanita sepertimu.[3]

B. Matan Hadits (Hadits ke 5)
5- وَعَنْهُ ; أَنَّ اَلنَّبِيَّ r كَانَ إِذَا رَفَّأَ إِنْسَانًا إِذَا تَزَوَّجَ قَالَ : { بَارَكَ اَللَّهُ لَكَ , وَبَارَكَ عَلَيْكَ , وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرٍ }  رَوَاهُ أَحْمَدُ , وَالْأَرْبَعَةُ , وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ , وَابْنُ خُزَيْمَةَ , وَابْنُ حِبَّانَ .
Arti hadits:
“Dan Darinya (Abu Hurairah ra) Sesungguhnya Nabi saw dulu ketika mengucapkan selamat/ memberi selamat kepada orang yang menikah beliau s.a.w. mendo’akan: “barakallahu laka, wabaraka alaika wajama’a bainakuma fi khair” (semoga Allah memberkahi kamu, dan menetapkan berkah atas kamu serta mengumpulkan engkau berdua dalam kebaikan)  HR. Ahmad dan imam empat, dan dianggap shahih oleh Imam Turmudzi, Ibnu Huzaimah, Ibnu Hibban.
Tarjamah Rawi:
Abu Hurairah Ad Dusi ra. merupakan seorang sahabat Rasulullah saw yang paling banyak meriwayatkan hadits, Ad Dusi sendiri merupakan keturunan dari/ dinisbahkan kepada Ad Dus bin Adnan bin Abdillah bin Zahran bin Ka’ab bin Harits bin Ka’ab bin Malik bin Nasr bin Azad. Beliau memeluk agama islam ketika terjadi perang khaibar yaitu pada awal tahun ke- 7 (tujuh) hijriyah. Beliau juga ikut berperang dengan Rasulullah saw. beliau juga banyak mengikuti majlis Rasulullah karena beliau sangat suka kepada ilmu, sehingga Rasulullah saw. pun mendo’akanya.
Imam Bukhari berkomentar: ada sekitar delapan ratus (800) rawi baik dari kalangan sahabat maupun dari kalangan tabi’in yang meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah. Dari kalangan sahabat diantaranya adalah: Ibnu Abas, Ibnu Umar, Jabir, Anas dan Watsilah bin Atsqa’.  Sahabat Umar pernah memberi kepercayaan  (memperkerjakan) beliau di Bahrain kemudian diberhentikan, setelah itu ketika beliau ingin di angkat kembali beliau menolak, dan akhirnya beliau tinggal di Madinah hingga wafat pada tahun lima puluh tujuh (57) hijriyah.
Beliau meriwayatkan 5374 hadits, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari sebanyak 93 hadits sedangkan yang diriwayatkan Imam Muslim sebanyak 98 hadits.[4]
Arti Kata
   : رَفَّأَMenyetujui, mempergauli dengan baik, dari asal kata raffa’a atssaub ai aslahahu (menambal, memperbaiki atau menjahit baju).[5]

Darajat Hadits/ Kualitas Hadits:
(1). Hadits di atas di nilai sebagai hadits hasan: yaitu hadits yang memenuhi semua syarat-syarat hadits sahih, hanya saja semua atau sebagian perawinya tingkat kedhabitanya sedikit dibawah para perawi hadits sahih.[6]
(2). Sedangkan Menurut Imam Tirmidzi: Hadits diatas di nilai sebagai hadits hasan sahih.
Penjelasan dan hukum yang terdapat dalam Hadits
Hadits diatas menerangkan bahwa mendo’akan kepada orang yang menikah adalah sunah, sedangkan bagi orang yang menikah sendiri juga disunahkan untuk membaca do’a sebagaimana yang terdapat dalan hadits Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya dari Rasulullah saw beliau bersabda: Apabila salah satu diantara kalian mengambil manfaat baik itu wanita, pembantu, hewan untuk kendaraan maka bacakanlah do’a pada rambut ubun-ubunya :
اللهم اني اسالك خيرها وخير ماجبلت عليه واعود بك من شرها و شرما جبلت عليه
“ Ya Allah hamba memohon kepada engkau apa yang terbaik yang ada padanya dan apa yang telah engakau ciptakan kepadanya dan hamba juga memohon perlindungan kepada engakau dari apa yang buruk yang ada padanya dan apa saja yang buruk yang telah engakau ciptakan kepadanya” .HR. Abu Dawud, An Nasa’i, dan Ibnu Majah.[7]
 Dan do’a diatas yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw tersebut adalah lebih baik dari pada do’a yang telah membudaya di zaman jahiliyah yaitu ucapan:  (Arrafa’ wa Al Banin), dan juga ucapan selamat budaya orang arab (mabruk dan lain sebagainya). Dianjurkanya do’a antar sesama orang muslim mempunyai faidah sebagai perantara yang kuat untuk mendapatkan apa yang diinginkanya.[8]

C. Matan Hadits (Hadits ke-6)
6 - وَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ t قَالَ : { عَلَّمَنَا رَسُولُ اَللَّهِ r اَلتَّشَهُّدَ فِي اَلْحَاجَةِ : " إِنَّ اَلْحَمْدَ لِلَّهِ , نَحْمَدُهُ , وَنَسْتَعِينُهُ , وَنَسْتَغْفِرُهُ , وَنَعُوذُ بِاَللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا , مَنْ يَهْدِهِ اَللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ , وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اَللَّهُ , وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَيَقْرَأُ ثَلَاثَ آيَاتٍ". }  رَوَاهُ أَحْمَدُ , وَالْأَرْبَعَةُ , وَحَسَّنَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ , وَالْحَاكِمُ  .
Arti Hadits:
“Dan dari Abdullah bin Mas’ud ra berkata:” Rasulullah saw telah mengajarkan kepada kami tasyahud/ khutbah untuk suatu hajat”: “ Segala puji bagi Allah, kami memujinya, memohon pertolongan dan ampunan Nya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan kami, barang siapa mendapat hidayah Allah tiada yang dapat menyesatkanya dan barang siapa yang disesatkan, tidak ada yang dapat memberikan petunjuk. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain  Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad saw. adalah hamba dan utusan-Nya. Beliau membaca tiga ayat.” . HR. (Ahmad dan Imam empat, hadits hasan menurut Tirmidzi dan Hakim).
Tarjamah Rawi:
Abdullah bin Mas’ud ra. Bernama Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud bin Ghafil Al Huzali yang dinasabakan kepada Huzail. Kadang juga dipanggil dengan Al Huzali, kadang juga dinasabkan kepada ibunya dengan sebutan Ibnu Ummu Abdin. Beliau juga termasuk orang yang pertama masuk Islam. Diriwayatkan darinya beliau mengatakan: Aku adalah orang ke enam diatas muka bumi yang memeluk islam, beliau adalah orang pertama yang membaca Al Qur’an dengan jahr (keras) dan memperdengarkanya kepada orang Quraisy.[9]
Menurut satu riwayat beliau meriwayatkan hadits dari Rasulullah saw. Sebanyak delapan ratus empat puluh delapan (848) hadits. Beliau juga termasuk orang yang paling pandai dalam Al Qur’an dan fiqih di kalangan sahabat, beliau mengikuti jejak sahabat Umar bin Khatab dalam ray’i (ma’qul), ketika tidak ditemukan nash tetapi tidak jarang beliau juga berbeda pendapat dengan sahabat Umar ra.
Arti Kata:
اَلْحَاجَةِ: Sesuatu yang dibutuhkan dan di cari oleh manusia.[10]
Darajat Hadits/ Kualitas Hadits:
(1). Hadits di atas adalah hadits sahih.
(2). Sedangkan menurut Imam Tirmidzi: hadits di atas adalah hadits hasan, dan di angganggap sahih oleh Abu Awanah, Ibnu Hiban, Al hakim, dan Ibnu Huzaimah.

Penjelasan dan hukum yang terkandung dalam Hadits:
Hadits diatas menunjukan bahwa sunah hukumnya menggunakan lafadz khutbah seperti yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw baik dalam khutah nikah maupun khutbah yang lainya, sedangkan menurut Abu Dawud Ad Dhahiri hukumnya wajib dan pendapat ini dibenarkan oleh Abu Awanah Asyafiiyah yang ditulis pada bab wajibnya khutbah ketika pelakasanaan akad nikah (wujubul khutbah inda al aqd).[11] Di sunahkan bagi orang yang mengakadkan/ menikahkan atau yang lainya membaca khutbah ketika pelaksanaan akad nikah.[12] Imam Nawawi mengatakan: “ketahuilah bahwa khutbah ini hukumnya adalah sunah, walaupun tidak ada khutbah maka pernikahanpun tetap sah”[13]





D. Matan Hadits (Hadits ke-7)
7 - وَعَنْ جَابِرٍ t قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r { إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ , فَإِنْ اِسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا مَا يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا , فَلْيَفْعَلْ }  رَوَاهُ أَحْمَدُ , وَأَبُو دَاوُدَ , وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ , وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ  .  وَلَهُ شَاهِدٌ : عِنْدَ اَلتِّرْمِذِيِّ , وَالنَّسَائِيِّ ; عَنِ الْمُغِيرَةِ.  . وَعِنْدَ اِبْنِ مَاجَهْ , وَابْنِ حِبَّانَ : مِنْ حَدِيثِ مُحَمَّدِ بْنِ مَسْلَمَةَ .
Arti Hadits:
“Dan dari Jabir ra berkata : Rasulullah saw bersabda” apabila salah satu diantara kamu mengkhitbah (meminang) wanita, maka sekiranya ia dapat melihat bagian tubuh yang menarik untuk dinikahi, maka lakukanlah. HR. Abu Dawud, dan perawi-perawinya di percaya. Dan dianggap sahih oleh Al Hakim, menurut Imam Tirmidzi dan Nasai, riwayat dari Al Mughirah : “tetapi harus di dampingi dengan saksi, dan menurut Ibnu Majah dan Ibnu Hiban, hadits diatas diriwayatkan oleh Muhammad bin Maslamah. 
Tarjamah Rawi:
            Jabir bin Abdullah ra. Dia adalah Abu Abullah Jabir (Ibnu Abdullah) bin Amr bin Haram Al Anshori As Salmy merupakan salah satu yang terkenal, Al Bukhari meriwayatkan beliau ikut dalam perang badar dan ketika itu membawa air, beliau juga ikut berperang dengan Rasulullah saw. sebanyak delapan belas (18) pertempuran setelah perang badar, hal ini juga diriwayatkan oleh Al Hakim, Abu Ahmad. Dan beliau juga ikut perang Shiffin bersama sahabat Ali karramallahu wajhahu. Beliau juga termasuk sahabat yang banyak hafalan Al-Qur’anya. Beliau wafat di Madinah pada tahun 94/ 97 H. Menurut riwayat lain wafat pada tahun 94 H. Beliau merupakan sahabat yang terakhir meninggal di Madinah.
Jabir bin Abdullah bin Arm bin Haram Al Anshari, beliau adalah merupakan mufti Madinah di masanya, beliau adalah orang terakhir yang menyaksikan/ menghadiri Baiat al Aqabah dari golongan anshar, beliau juga mendapatkan banyak ilmu dari Nabi Muhammad saw. beliau meninggal pada tahun 78 H. Dalam usia 94 tahun.[14] 
Darajat Hadist/ kualitas Hadits:
(1). Hadits diatas di nilai sebagai hadits hasan: yaitu hadits yang memenuhi semua syarat-syarat hadits sahih, hanya saja semua atau sebagian perawinya tingkat kedhabitanya sedikit dibawah para perawi hadits sahih.[15]
(2). Sedangkan menurut Imam Ibnu Hiban: Hadits diatas adalah hadits sahih, dan menurut Imam Tirmidzi hadits hasan.      
8- وَلِمُسْلِمٍ : عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t { أَنَّ اَلنَّبِيَّ r قَالَ لِرَجُلٍ تَزَوَّجَ اِمْرَأَةً : أَنَظَرْتَ إِلَيْهَا ? " قَالَ : لَا . قَالَ : " اِذْهَبْ فَانْظُرْ إِلَيْهَا }  .
 Arti Hadits:
“Dan menurut riwayat Muslim dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi saw pernah bertanya kepada seorang lelaki yang akan mengawini seorang perempuan ,”Apakah kamu telah melihatnya? “ kemudian ia menjawab, “belum”. Rasulullah saw. Bersabda , “pergilah dan lihatlah dia.” 
Tarjamah Rawi:
Silahkan lihat pada keterangan hadits yang pertama (Tentang  biografi Abu Hurairah ra.).
Arti Kata:     
:تَزَوَّجَ Lafadz tazawwaja dalam hadits maksudnya adalah khataba (mengkhitbah).
Penjelasan dan hukum yang terkandung dalam Hadits:
            Hadits diatas menerangkan tentang sunah hukumnya melihat wanita yang ingin di nikahi, pendapat ini menurut jumhur ulama.[16]

Hukum melihat wanita yang ingin di nikahi:
(1). Menurut Jumhur ulama’ dalam kitab Subul Assalam hukumnya sunah.
(2). Menurut Jumhur ulama’ dalam kitab Nail Autar hukumnya boleh (ibahah)
(3). Sedangkan menurut Qadi Iyadh hukumnya makruh dan pendapat ini salah kerena bertentangan dengan dalil[17].
Adapun bagian yang boleh dilihat:
(!). Menurut jumhur adalah wajah dan kedua telapak tangan karena dengan melihat wajah akan nampak kecantikanya sedangkan dengan melihat telapak tangan akan nampak kesuburan/ kesehatan badanya.
(2). Sedangkan menurut Imam Auza’i bagian yang boleh dilihat adalah tempat tempat tumbuhnya daging,
(3). Berbeda lagi dengan pendapat imam Dawud Adhahiri menurutnya bagian yang boleh dilihat adalah semua anggota tubuh.[18]
E. Matan Hadits (Hadits ke-9)
9 - وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ - رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r { لَا يَخْطُبْ بَعْضُكُمْ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ , حَتَّى يَتْرُكَ اَلْخَاطِبُ قَبْلَهُ , أَوْ يَأْذَنَ لَهُ اَلْخَاطِبُ }  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ , وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ .
Arti Hadits:
“Dan dari Ibnu Umar (Abdullah bin Umar) ra. Berkata: Rasulullah saw bersabda “Janganlah seseorang dari kamu meminang atas pinangan saudaramu, sehingga peminang pertama meninggalkanya atau telah mengizinkanya”. HR. Bukhari dan Muslim. Lafadz hadits menurut Bukhari.
Tarjamah Rawi:
            Ibnu Umar, Abdullah bin Umar bin Khatab Al Alawy Al Qurasy, telah masuk Islam ketika belum baligh (bersama ayahnya, Umar bin Khatab ra). Pergi hijrah ke madinah sebelum ayahnya hijrah. Diriwayatkan darinya, beliau mengatakan: “Aku pernah mendaftarkan diri kepada Rasulullah saw. untuk ikut berperang (uhud) dan umurku pada waktu itu baru 13 tahun tetapi Rasulullah menolaknya, kemudian ketika terjadi perang khanaq usiaku telah mencapai 15 tahun maka Rasullullah saw. pun mengizinkan, maka mulai saat itulah beliau selalu ikut berjihad menegakan Agama Islam bersama Rasulullah saw.
            Beliau juga termasuk orang yang paling banyak mengikuti jejak Rasulullah saw. Misalnya seperti memberhentikan unta di tempat dimana Rasulullah saw pernah memperhentikan untanya, melakukan shalat ditempat dimana Rasulullah saw. Pernah melakukan shalat di tempat tersebut. Beliau juga dianugrahi oleh Allah swt dengan sifat teguh pendirian, kuat dalam beribadah, zuhud, cerdas, brilian, dan lain-lain. Ada sekitar 1630 Hadits yang diriwayatkanya, beliau wafat di Makah (setelah melakukan ibadah haji) pada tahun tujuh puluh tiga ( 73) H, dengan usia 84 tahun.[19]
Arti Kata:
لَا يَخْطُبْ :La (huruf nahy/ merupakan larangan, yang artinya jangan), sedangkan lafadz yakhtubu artinya mencari wanita untuk di nikahi.
Penjelasan dan hukum yang terkadung dalam Hadits :
Hadits diatas menerangkan tidak bolehnya laki-laki meminang wanita yang sudah di pinang oleh laki-laki lain (muslim). Huruf la (لا ) yang terdapat dalam hadits diatas berbentuk nahy/ larangan, dan nahy dalam bentuk aslinya menunjukan haram.
(1). Menurut imam Nawawi  keharamanya tersebut sudah merupakan ijma’ ulama.
(2). Adapun menurut Al Khattabi lafadz nahy tersebut bukan berarti haram akan tetapi hanya sebatas sopan santun, etika (ta’dib).
Sedangkan  apabila ada akad nikah yang terjadi walaupun dengan adanya unsur haramnya khitbah (wanita sudah dipinang orang lain).
(1).  Menurut jumhur akad nikah tetap sah.
(2). Sedangkan menurut Abu Dawud Ad Dhahiri akad nikah tidak sah baik wanita tersebut sudah di gauli ataupun belum.[20] Akad nikah tetap sah karena keharamanya bukan pada akadnya, maka dari itu hal ini tidak berpengaruh.
Perbedaan pendapat para ulama  pada masalah ini:
(1). Syekh Al Islam (Ibnu Taimiyah) mengatakan: ulama empat (Imam Abu Hanifah An Nu’man, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris As Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal ra.) telah menyepakati haramnya meminang wanita yang sudah dipinang laki-laki lain. Adapun untuk masalah sah tidaknya nikah? Ada dua pendapat.
(a) Yang pertama Imam Malik mengatakan batil (tidak sah), ini menurut salah satu riwayat Imam Ahmad.
(b). Pendapat yang kedua : Akad nikah sah menurut imam tiga (Imam Abu Hanifah, Imam Muhammad bin Idris As Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hambal ra.). Dan merekapun bersepakat bahwa orang yang melakukan hal demikian sama saja berbuat maksiat kepada Allah dan Rasullulah saw. serta berhak medapat siksa (uqubah).[21]
(2). Pendapat Prof. Dr. Wahbah Zuhaily: Mengatakan bahwa Jumhur ulama sepakat tidak diperbolehkan (haram) mengkhitbah wanita yang sudah dikhitbah oleh laki-laki lain, apabila khitbah dari laki-laki yang pertama sudah mendapat kepastian jawaban (wanita sudah menerima khitbahnya), akan tetapi apabila laki-laki yang kedua nekat juga mengkhitbahnya kemudian menikahinya maka dia telah berbuat maksiat. Dasar pengharamanya, adalah Hadist Nabi Muhammad saw. “janganlah salah satu diantara kalian membeli barang yang sudah dibeli oleh saudaranya, dan janganlah salahsatu diantara kalian mengkhitbah wanita yang sudah dikhitbah oleh saudaranya, kecuali sudah mendapatkan izinnya” . dan menurut Riwayat Imam Bukhari “ dilarang bagi laki-laki membeli barang yang sudah diberi oleh saudaranya, dan juga dilarang mengkhitbah wanita yang sudah dikhitbah oleh saudaranya, sehingga laki-laki yang pertama meninggalkanya (mengizinkanya).[22]
Sedangkan apabila khitbahnya laki-laki yang pertama belum mendapatkan jawaban (masih dalam proses musyawarah, atau ada keragu-guan dalam keluarga wanita yang dikhitbah), maka menurut pendapat yang sahih tidak diharamkan (adamu tahrim). Akan tetapi menurut madhab Imam Abu Hanifah hal demikian hukumnya makruh. Hal ini berdasarkan kemutlakan hadits diatas.
Adapun menurut pendapat Jumhur ulama: hukumnya boleh (mubah) hal ini berdasarkan hadits yang menerangkan bahwa Fatimah binti Qais setelah ditalak oleh Abu Amr bin Hafs bin Mughirah, dia dikhitbah 3 laki-laki, yaitu Muawiyah, Abu Jahm bin Hudzafah, Usamah bin Zaid, kemudian Fatimah memberitahukan permasalahanya ini kepada Rasulullah saw., kemudian Rasulullah saw bersabda: “Abu Jahm tidak meletakan tongkatnya dari Atikah (masih bersuamikan Atikah), sedangkan Muawiyah tidak mempunyai harta, menikahlah dengan Usamah bin Zaid.[23]
Maka seyogyanya (ala kulli hal), bagi laki-laki pengkhitbah yang kedua agar supaya menggunakan etiaka Islam yaitu dengan menunggu hasil keputusan musyawarah dari pihak keluarga wanita, hal ini bertujuan untuk menjaga hubungan persaudaraan diantara muslim, serta supaya tidak ada permusuhan diantara saudara seiman.[24]







F. Kesimpulan
1.  Mendo’akan kepada orang yang menikah hukumnya adalah sunah.
2. Menggunakan lafadz khutbah sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw. hukumnya adalah sunah.
3. Membaca khutbah sebelum akad nikah hukumnya adalah sunah.
4. Melihat wanita yang ingin dinikahi bagi seorang lelaki pada saat khitbah (meminang) hukumnya adalah sunah.
5. Bagian yang diperbolehkan untuk dilihat pada saat khitbah adalah wajah dan kedua telapak tangan.
6. Meminang wanita yang sudah di pinang oleh laki-laki lain (dan sudah mendapat persetujuan dari pihak wanita) hukumnya adalah haram/ merupakan perbuatan maksiat.
G. Penutup
            Demikianlah sedikit makalah sebagai pengantar bahan diskusi hadits ahkam yang membahas mengenai permasalahan “Nikah” yaitu hadits ke 5, 6, 7, 8 dan 9 pada bab nikah dan nanti pada pertemuan berikutnya masalah nikah ini akan dilanjutkan kembali pembahasanya oleh dua pemakalah berikutnya, tentunya pada makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan perlu adanya penambahan-penambahan masukan maka dari itu dengan kerendahan hati penulis mengharapkan, saran dan juga masukan-masukan dari Bapak. Prof. Dr. K.H. Said Agil Husein Al Munawwar, M.A. selaku dosen pembimbing mata kuliah hadits ahkam serta rekan-rekan peserta program pasca sarjana IIQ Jakarta konsentrasi Ilmu Syari’ah tahun 2008/2009 untuk perbaikan makalah ini, baik dari segi aspek metodologi dan teknik penulisanya ataupun dari aspek yang lainya.
            Penulis juga memohon ma’af apabila ada khilaf baik mengenai penulisan dan juga penyampaian makalah yang kurang berkenan di hati, dan tidak lupa juga penulis sampaikan terima kasih yang sebanyak-banyaknya atas arahan dan bimbingan yang telah di berikan oleh Bapak. Prof. Dr. K.H. Said Agil Husein Al Munawwar, M.A. selaku dosen pembimbing serta kritikan, ide-ide dan masukan yang telah rekan-rekan sampaikan. Wallahu ‘alam bi al shawab.
Makalah telah di presentasikan pada:
Hari                 : Jum’at
Tanggal           : 30 Januari 2009
Pukul               : 13.30 wib
Dan telah di perbaiki pada:
Hari                 : Sabtu
Tanggal           : 14 Februari 2009
Pukul               : 21.20 wib
                                                                                    Kholid Ma’mun
                                                                                    Ciputat, 14 Februari 2009














Daftar pustaka
1. Subul As Salam Syarh Bulugh Al Maram Min jami’i Adilah Al-Ahkam, Syaikh Muhammad bin Ismail Al Amir Al Yamani As Shan’ani (w.1182 h), Juz3, th 1425 h/ 2004 m, Daar Al Hadits Cairo
2. Taudhih Al Ahkam min Bulugh Al Maram, Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, Juz IV, th 1414 h/ 1994 m, Muassasah Al Hidmat At Tiba’iah Hasib Dirgham wa Auladuhu, Lubnan
3. Usul Al Hadits Ulumuhu wa Musthalahuhu, Dr. Muhammad Ajjaj Al Khatib, 218, th 1426-1427 h/ 2006 m, Daar Al Fikr, Li Attiba’ah wa Annasr wa At Tauzi’.
4. Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, Prof. Dr. Wahbah Zuhaili, Juz IX, th 1425 h/ 2004 m, Daar Fikr Damaskus, Syiria.
5. Nail Al Authar min Muntakha Al Akhbar, Muhammad bin Ali Asyaukani, Maktabah Syamilah
6. Fiqh As Sunah, As Sayyid Sabiq, Juz II, Daar Al Fath Lil Ilam Al Arabi, cet Pertama 1421 h/ 2000 m.
7. Khitbah An Nikah, Dr. Abdul Rahman Itr, th1405 h/ 1985 m, Maktabah Al Manar, Al Urdun Az Zarqa.
8. Siar Alam An Nubala, Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adzahabi (643-748 h) juz III, th 1428 h/ 2006 m, Daar  Al Hadits Cairo
9. Tarikh Tasyri Al Islami Adwaru Tathawwaruhi, Mashadirihu, Madhahibuhul Fiqhiyah, DR. Rasyad Hasan Khalil, Diktat kuliah Fakultas Syariah Islamiyah, Tk 1 Universitas Al Azhar Cairo




                                                                                   






[1].  Khitbah An Nikah, Dr. Abdul Rahman Itr, hal 42, th1405 h/ 1985 m, Maktabah Al Manar, Al Urdun Az Zarqa
[2]. Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, Prof. Dr. Wahbah Zuhaili, Juz IX, hal 6492, th 1425 h/ 2004 m, Daar Fikr Damaskus, Syiria.
[3]. Ibid, hal 6492
[4]. Siar Alam An Nubala, Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adzahabi (643-748 h) juz III, th 1428 h/ 2006 m, Daar  Al Hadits Cairo 
[5]. Taudhih Al Ahkam min Bulugh Al Maram, Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, Juz IV, hal 358, th 1414 h/ 1994 m, Muassasah Al Hidmat At Tibaiyah Hasib Dirgham wa Auladuhu, Lubnan
[6]. Usul Al Hadits Ulumuhu wa Musthalahuhu, Dr. Muhammad Ajjaj Al Khatib, 218, th 1426-1427 h/ 2006 m, Daar Al Fikr, Li Attibaah wa Annasr wa At Tauzi.
[7] . Subul As Salam Syarh Bulugh Al Maram Min jamii Adilah Al Ahkam, Syaikh Muhammad bin Ismail Al Amir Al Yamani As Shanani (w.1182 h), Juz3, hal 153, th 1425 h/ 2004 m, Daar Al Hadits Cairo
[8].  Taudhih Al Ahkam min Bulugh Al Maram, Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, op.cit
[9]. Tarikh Tasyri Al Islami Adwaru Tathawwaruhi, Mashadirihu, Madhahibuhul Fiqhiyah, DR. Rasyad Hasan Khalil, Diktat kuliyah Fakultasa Syariah Islamiyah, Tk 1 Universitas Al Azhar Cairo
[10]. Taudhih Al Ahkam min Bulugh Al Maram, Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, op.cit
[11].  Subul As Salam Syarh Bulugh Al Maram Min jamii Adilah Al Ahkam, op cit, hal 153
[12]. Fiqh As Sunah,As Sayyid Sabiq, Juz II, hal 147, Daar Al Fath Lil Ilam Al Arabi, cet pertama 1421 h/ 2000 m.
[13].  Taudhih Al Ahkam min Bulugh Al Maram, Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, op.cit
[14]. Khitbah An Nikah, Dr. Abdul Rahman Itr, hal 192, th1405 h/ 1985 m, Maktabah Al Manar, Al Urdun Az Zarqa 
[15].  Usul Al Hadits Ulumuhu wa Musthalahuhu, Dr. Muhammad Ajjaj Al Khatib, 218, th 1426-1427 h/ 2006 m, Daar Al Fikr, Li Attibaah wa Annasr wa At Tauzi.
[16].  Subul As Salam Syarh Bulugh Al Maram Min jamii Adilah Al Ahkam, op cit, hal 154
[17]. Nail Al Authar min Muntakha Al Akhbar, Muhammad bin Ali Asyaukani, Maktabah Syamilah
[18]. Subul As Salam Syarh Bulugh Al Maram Min jamii Adilah Al Ahkam, op cit, hal 154
[19]. Tarikh At Tasryi Al Islami Adwaru Tathawurihi Mashadiru Madhahibuhu Al Fiqhiyah   
[20].  Subul As Salam Syarh Bulugh Al Maram Min jamii Adilah Al Ahkam, op cit, hal 155
[21].  Taudhih Al Ahkam min Bulugh Al Maram, Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, op.cit
[22].  Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, Prof. Dr. Wahbah Zuhaili, op. cit, Juz IX, hal 6493
[23]. Ibid hal, 6494
[24]. Ibid, hal 6494

Tidak ada komentar:

Posting Komentar