Sudah jelas bahwa yang melakukan zina (hubugan
badan di luar nikah) adalah zani (laki-laki yang berbuat zina) dan zaniah (perempuan
yang berbuat zina) dan bukan anak yang dilahirkan dari hubungan haram tersebut.
Dalam agama Islam di jelaskan bahwa manusia tidak dibebani dengan beban dosa
dan kesalahan orang lain, hal ini sebagaimana yang di Firmankan Allah swt.
Dalam Al-Qur’an surat At-Thur ayat 21:
كل امرئ بما كسب رهينة
Artinya: “tiap-tiap manusia terikat dengan apa
yang dikerjakannya”
Begitu juga dalam surat Al-An’am ayat 164:
ولا تكسب كل نفس الا عليها ولا تزر وازرة وزر
اخرى
Artinya: “dan tidaklah seseorang berbuat dosa melainkan
kemudaratannya kembali kepada dirinya sendiri”.
Rasulullah saw. Juga bersabda yang di
sampaikan oleh Aisyah ra.:
ليس على ولد الزنا من وزرأبويه شيئ- ولا تزر
وازرة وزراخرى (رواه الحاكم)
Artinya: “tidaklah sedikitpun anak zina itu membawa beban dosa dari
kedua orang tuanya”.
Banyak sekali hadits yang mencela tentang
“anak hasil zina” akan tetapi hadits-hadits tersebut tidak ada yang sahih,
diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra yang berbunyi:
ما روي عن النبى صلى الله عليه وسلم انه قال:
"لا يدخل الجنة ولد زينة" رواه البيهقى
Artinya: “diriwayatkan dari Nabi Muhammad saw. Bahwa sesunggguhnya:
“anak zina tidak masuk surga”.
Dan pendapat yang benar adalah bahwa anak yang
dilahirkan dari hasil zina bisa masuk surga apabila meninggal dalam keadaan
Islam (muslim/muslimah) dan tidak ada pengaruh terhadap statusnya karena yang
melakukan zina tersebut adalah orang lain dan bukan dia.
Hukum yang berlaku terhadap anak hasil zina:
1. Hukum Nasab:
Anak zina tidak dinisbatkan kepada zani
(lelaki pelaku zina) dan zani tidak mempunyai tanggung jawab atas nafkah dan
tempat tinggal, akan tetapi nisbat anak hasil zina ini di kepada wanita yang
melahirkanya begitu juga dengan nafkah atas anak tersebut ditanggung oleh
wanita yang melahirkanya.
Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Nabi
dalam riwayat Imam Bukhari dan Muslim:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال:
"الولد للفراش وللعاهر الحجر" متفق عليه
Artinya: “ Bahwa Rasulullah saw. Bersabda: “ Status (kewalian) anak
adalah bagi pemilik kasur/suami dari perempuan yang melahirkan. Dan bagi pelaku
zina (dihukum) batu.”
Di Jelaskan dalam Hasyiah As-Shawi ‘Ala Syarhi
As-Shaghir:
لان ماء الزانى فاسد ولذا لا يلحق به الولد
Artinya: “karena sesungguhnya air mani zina itu rusak maka dari itu
anak yang dihasilkan dari perbuatan zina tersebut tidak bisa di nasabkan kepada
bapaknya.
2. Hukum Waris:
Anak yang dihasilkan dari hubungan zina ini
tidak bisa mewarisi dari harta warisan laki-laki yang menghamili perempuan yang
melahirkanya begitu juga sebaliknya.
Diriwayatkan dalam Sunan At-Tirmidzi:
روى الترمذي فى سننه أن رسول الله صلى الله عليه
وسلم قال: ايما رجل عاهر بحرة او امة
فالولد ولد زنا ولا يرث ولا يورث
Artinya: “di riwayatkan oleh Imam Tirmidzhi dalam sunan nya bahwa
Rasulullah saw. Bersabda: “lelaki mana saja yang berzina dengan perempuan
merdeka atau hamba sahaya maka anaknya di sebut anak zina tidak bisa mewarisi
dan di warisi”.
Berdasar atas hadits ini Imam Tirmidzi
berpendapat: para Ahlul Ilmi berpendapat bahwa anak hasil zina tidak bisa
mewarisi harta dari bapaknya”.
3. Hukum Nikah
Tidak ada satu Fuqaha pun yang mengatakan
haram menikahi anak zina- hanya saja ada perbedaan pendapat dalam madzhab
Hambali (حنابلة) tentang apakah dalam hal
pernikahan ini apakah harus sekufu
(sederajat) atau tidak? Sebagian mengatakan harus sekufu dan sebagian lagi
mengatakan tidak harus sekufu.
Kholid
Ma’mun
Wallahu ‘Alam bi Shawab
izin share min!
BalasHapus