Memang ada penjelasan dalam kitab Syarah Al-Iqna’ Matan
Abi Suja’ (Fiqh Syafi’iyah):
شرح الاقناع لمتن ابى شجاع فى فقه الشافعىية قال
فى الاحياء: لا ينبغى أن يحلق او يقلم او يستحد –يحلق عانتة- اويخرج دما او يبين
–يقطع- من نفسه جزأ وهو جنب, اذ ترد اليه سائر أجزائه فى الاخرة فيعود جنبا, ويقال:إن
كل شعرة تطالبه بجنابته.
Artinya: “ di katakan dalam kitab syarah iqna’
matan Abi Suja’ dalam fiqh Syafi’iah di kutib dari kitab Al-Ihya: “tidak di
perkenankan mencukur atau memotong rambut kemaluan, atau mengalirkan darah dari
anggota badan (dalam keadaan junub), karena semua anggota badanya kelak di
akhirat akan di kembalikan dalam keadaan junub, dan di katakan: sesungguhnya
setiap helai rambut di tanyakan.
Akan tetapi ungkapan diatas merupakan ungkapan yang tidak
ada dasar dalilnya. Pertanyaan yang sama pernah diajukan kepada Ibnu Taimiyah “
apakah dilarang bagi seorang junub untuk memotong bagian tubuhnya dan apakah
apabila nanti memotongnya akan ditanyakan pada hari kiamat?” maka beliau
menjawab: “ bahwa telah ditetapkan dari Nabi
Muhammad Saw. Ketika disebut tentang junub beliau menjawab: “ان الؤمن لا ينجس حيا ولا ميت” kemudian beliau meneruskan bicaranya dan mengatakan
bahwa: “aku tidak mengetahui dalil yang menunjukkan tentang larangan memotong
rambut ataupun kuku ketika junub, akan tetapi Nabi Muhammad saw bersabda ketika
ada kasus orang yang baru masuk Islam: “الق عنك شعر الكفر واختتن” maksudnya Nabi menyuruh orang tersebut untuk
segera memotong rambutnya dan menyuruhnya untuk mengkhitan (menyunat)
kemaluannya tanpa harus menunggu mandi junub terlebih dahulu. Demikian juga
Nabi saw. Menyuruh wanita yang sedang haid untuk menyisir rambutnya ketika
mandi, walaupun menyisir rambut juga bisa menghilangkan/ merontokkan rambut.
Maka atas dasar ini memotong rambut dan juga kuku ketika haid bukanlah merupakan
suatu yang makruh apalagi haram.
Disarikan oleh Kholid Ma'mun, dari kitab فتاوى واحكام للمرأة المسلمة- لفضيلة الشيخ عطية
صقر hal 28-29
Tidak ada komentar:
Posting Komentar