Rabu, 30 November 2011

ANALISIS TENTANG IJTIHAD UMAR


           Umar ibn al-Khathab adalah sosok tokoh yang cerdas, keras dan sangat pemberani dalam mengeluarkan pemikiran-pemikirannya, meskipun pemikiran tersebut berbeda dan bahkan bertentangan dengan pemikiran para sahabat yang lain ataupun bahkan bertentangan dengan teks yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah”. Berkat keberanianya tersebut Umar menjadi tokoh kontroversial, banyak diantara ijtihad atau pemikirannya yang mengudang perdebatan yang menarik untuk dikaji.
Dalam sejarah dapat ditemukan bahwa Umar ibn Al-Khathab merupakan seorang sahabat yang sangat kreatif. Kreatifitas itu memberi kesan bahwa Umar, sekalipun beriman teguh dan percaya secara penuh akan kebenaran Nabi Muhammad saw. Tetapi dia tidak dogmatis buta. Dengan demikian, muncullah inovasi-inovasi dan  kebijaksanaan hukum dari pemikirannya yang tidak dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. Dan bahkan-menurut sebagian orang yang kurang memahami jalan pemikiran Umar-secara sepintas menyalahi tuntutan Al-Qur’an. Kesalahpahaman sementara orang itu terletak pada ketidaktahuan mereka akan illat yang digunakan Umar. Dalam hal ini Umar sangat menekankan pada keadilan dan kemaslahatan. Contoh pertama: sikap penolakan Umar terhadap ghanîmah (harta rampasan perang)  yang berupa tanah khususnya, hal ini jelas bertentangan dengan peraturan Allah swt. Dalam surat Al-Anfal [8]: ayat 41, kedua: penolakannya terhadap hak Muallaf menerima zakat sebagaimana yang terdapat dalam surat At-Taubah ayat 60, ketiga: sikap penolakan Umar tidak memotong tangan pencuri sebagaimana yang terdapat dalam surat al-Māidah [5]: ayat ke 38. keempat: melipatgandakan hukuman bagi peminum khamr sampai 80 kali cambukan, kelima: menghitung thalāq tiga kali dalam satu majlis, keenam: menggugurkan hukuman zina, ketujuh: melarang menikah dengan ahli kitab.
Ketujuh  ijtihad dari beberapa ijtihad Umar yang dianggap bersebrangan dengan nash ini pada dasarnya hanya terletak dalam implementasinya akan tetapi dalam esensinya adalah sama. Karena Umar dalam memaknai sebuah nash selalu dikaitkan dengan situasi kondisi yang menyertainya, yang secara faktual memiliki perbedaan signifikan dengan situasi maupun keadaan pada zaman Rasulullah saw. Maupun pada zaman khalifah Abu Bakar ra. Selain alasan yang dikemukakan diatas pemikiran Umar juga didasari oleh pertimbangan mendatangkan kemaslahatan dan menolak kemafsadatan (جلب المصالح ودرأالمفاسد) dan hal ini sejalan dengan tujuan maqāshid al-syarīah.
Berdasarkan atas pertimbangan hal diatas dan setelah penulis kritisi melalui berbagai bahan bacaan terutama melalui bacaan referensi yang menjelaskan tentang ijtihad Umar maka penulis berkesimpulan bahwa pemikiran tersebut berbeda dalam implementasinya akan tetapi sama dalam hal sepirit dan esensi dari maqāshid al-syarīah., sehingga dalam pandangan penulis ijtihad-ijihad Umar tersebut masih dalam koridor Islam atau tidak bertentangan dengan nash karena ijtihad-ijtihad tersebut sesuai dengan maqāshid al-syarīah yang berprinsipkan atas dasar mendatangkan kemaslahatan dan menolak kemafsadatan (جلب المصالح ودرأالمفاسد).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar