Jumat, 07 Oktober 2011

INTROSPEKSI DIRI MASISIR


Mahasiswa Mesir (masisir) begitu sibuk membaca, menelaah dan mengkaji buku-buku diktat kuliah (muqorror). Sampai sampai waktu yang ada tercurah semuanya untuk membaca muqarror. Begitu melekatnya muqorror dengan masisir yang tak kenal situasi, kondisi dan waktu, demi  meraih prestasi yang terbaik. Kini, rutinitas yang mereka ciptakan, disiplin dan semangat yang mereka kobarkan itu telah sirna di terpa badai liburan panjang. Seakan, liburan telah menghanyutkan dan menenggelamkan semua aktivitas keintelektualan kurikuler mereka.
Diskursus seperti di atas adalah suatu fenomena yang tercermin dari mahasiswa Mesir pada khususnya dan mahasiswa pada umumnya. Ini adalah realitas yang tidak bisa dipungkiri keberadaanya. Mahasiswa-mahasiwa itu melakukan sistem “kerja lembur” apabila ada suatu kepentingan tertentu. Setelah kepentingan tercapai, mereka pun lantas nyantai, rileks dan malas-malasan.
Sungguh tidak layak dan tidak etis kiranya jika hal demikian terjadi pada seorang mahasiswa. Mahasiswa sungguh tidak patut malas-malasan, nyantai dan pasif tanpa ada aktivitas keintelektualan. Padahal, seharusnya hal itu menjadi menu wajib bagi mereka. Situasi seperti ini akan lebih parah apabila tanpa adanya “introspeksi diri” atas apa yang sebenarnya telah mereka alami.
Tentunya apabila kita mau merenungkan dan meresapi apa hakikat cita-cita dan tujuan kita dari kampung halaman (tanah air) ke negeri Azhar ini, maka kita akan menyadari itu semua. Di saat sadar seperti inilah seharusnya kita bisa beridiri, bangkit untuk berbuat, mengerahkan sepenuh tenaga untuk meraih segudang ilmu yang nantinya akan kita amalkan kepada umat yang saat  sekarang ini telah menantikan keberadaan kita untuk berbuat di tengah-tengah mereka.
Memang, apabila kita tidak cerdik dalam mengambil sikap dan keputusan, kita akan terjebak dan terpancing keadaan. Kurang benar apabila ada yang beranggapan bahwa diktat kuliah (muqorror) adalah segalanya tanpa mau mengkonsumsi, mengkaji dan menelaah buku yang lain (atau menganggap yang lain tidak penting). Padahal kalau kita mau jujur, apa yang kita dapatkan dari bangku kuliah itu   sebenarnya hanyalah bagian terkecil dari sekian banyaknya buku-buku yang menjamur di negeri ini.
Betul, kita memang di tuntut sukses dalam hal study. Namun hal itu bukan berarti semua waktu, tenaga dan pikiran kita curahkan pada diktat kuliah semata. Tentunya, selain buku diktat tersebut juga perlu adanya buku penunjang untuk menambah wawasan dan khasanah keilmuan kita.
Kita sebagai mahasiswa mesir yang berada jauh dari objek yang akan kita hadapi nantinya memang mempunyai beban yang berat dan tuntutan yang sangat besar, sebagai generasi penerus bangsa mahasiswa diharapkan mampu membawa masyarakat yang berperadaban tinggi dan berpengetahuan luas. Yang lebih penting lagi, mahasiswa diharapkan mampu mengentaskan bangsa Indonesia dari krisis multidimensi yang telah melanda bangsa selama bertahun-tahun.
Minimnya mahasiswa mesir dalam melihat perkembangan masyarakat di tanah air (obyek yang akan dihadapi nantinya) mengakibatkan mahasiswa tersebut (baca: kita) terlena dan terninabobokkan. Kita seakan lupa dengan tugas yang akan digarap nantinya. Padahal masyarakat sangat berharap dan menganggap mahasiswa jebolan luar negeri pada umumnya dan mahasiswa Mesir pada khususnya sangat berbeda dengan mahasiswa produksi dalam negeri. Hal ini bisa dilihat  dari kajian-kajian keislaman mereka yang begitu kental, disamping kajian-kajian yang lain. Oleh karena itu, mahasiswa Mesir diharapkan  bisa membawa perubahan kearah perbaikan baik mental maupun spiritual. Selain itu, masisir juga di tuntut untuk bisamciptakan komunitas baru yang diharapkan dapat member suatu hal yang baru untuk kemudian disesuaikan dengan lahan yang akan digarap (masyarakat tanah air). Penyerapan hal-hal yang baru dan faktor ekstern yang positif sebagai “buah tangan” dari negeri Azhar juga patut dipertimbangkan. Sebab, bagaimanapun juga diantara salah satu factor kemajuan suatu bangsa adalah banyaknya penyerapan dari factor ekstern yang dianggap mampu mendukung dan membantu kearah perbaikan dan kesempurnaan. Kita dituntut dan diharapkan mampu member pencerahan keagamaan, social, politik, maupun pencerahan dalam bidang pendidikan.
Untuk merealisasikan ini semua dibutuhkan pengorbanan dan aktualisasi kerja yang sungguh-sungguh, bukan setengah hati dan asal jalan. Oleh karena itu, optimalisasi waktu dan kesempatan di saat imtihan dan di luar imtihan sangatlah penting. Misalnya, dengan menciptakan kesibukan-kesibukan baru yang  ada manfaatnya. Berorganisasi pun sangat bermanfaat. Sebab, dengan latihan ini kita akan terbiasa menghadapi, mendiskusikan dan menyelesaikan permasalahan secara bersama-sama. Apabila kita tidak pandai-pandai memanfaatkan kesempatan yang ada maka yang akan kita dapatkan hanyalah nihilitas di balik kebesaran Al-Azhar, sementara kita sendiri tetap nihil?
Sebenarnya, tidak perlu berlebihan apabila masyarakat berharap kepada mahasiswa untuk melakukan gebrakan-gebrakan yang mengarah ke segala lini kehidupan, terutama ikut berperan serta dalam mencerdaskan anak bangsa. Hal ini sangatlah wajar, kerena mereka inilah yang dianggap sebagai bibit unggul bangsa untuk selanjutnya membawa bangsa yang berpengetahuan luas serta berperadaban tinggi.
Ada beberapa alasan yang bisa dipergunakan untuk memahami begitu besarnya rasa kepercayaan masyarakat terhadap mahasiswa. Pertama karena mahasiswa adalah profil tertinggi dari komunitas pelajar sacara global disamping mereka adalah bagian dari masyarakat itu sendiri yang memang di proyeksikan untuk menimba ilmu sebanyak mungkin untuk kemudian mengamalkannya dalam rangka pembangunan sosial dan peradaban. Adanya klasifikasi bidang keahlian (fakultas) dalam kurikulum pendidikan memang telah deprogram secara khusus untuk mencetak kader-kader yang professional dalam bidangnya masing-masing.
Melalui coretan ini, penulis mengajak kepada pembaca semua semua untuk kembali “mengintrospeksi diri”. Mari kita semua bersama-sama menata kembali niat. Kita harus selalu bertanya dalam hati, apa sajakah yang sudah kita sumbangkan kepada umat? Kalau jawabannya memang nihil, marilah bersama-sama memanfaatkan waktu seefisien mungkin untuk bertholabul ilmi di negeri Azhar ini. Sekali lagi untuk bertholabul ilmi.
Semoga cita-cita dan niat baik kita di ridhoi dan di kabulkan oleh Allah Yang Maha Kuasa. Ya…Rob.


Cairo, September 2004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar