Pengajian Dr. Nadirsyah Hosen
Konon, seorang menemui KH. Bisri Syamsuri, “Pak Kiai! Saya mau
berkurban sapi tahun ini. Saya ingin sapi itu menjadi kendaraan saya
sekeluarga di akhirat.”
“Oh, Bagus, sapi itu untuk 7 orang. Berapa jumlah keluargamu?”
“Tujuh orang dengan tambahan satu anak kecil. Jadi total delapan orang, apakah seperti itu boleh?”
“wah, tidak boleh, sapi hanya untuk tujuh orang!” dengan kecewa, orang
itu pulang. Besoknya dia pergi menemui KH. Wahab Chsabullah untuk
bertanya hal yang sama. Apa jawaban kiai Wahab?
Oh, boleh. Hanya
saja karena anakmu yang terakhir itu masih kecil, mesti ada penopang
agar ia bisa menaiki sapi itu. Dan penopangnya adalah kambing. Jadi,
kamu kurban satu sapi ditambah satu kambing untuk semua keluargamu.”
“o, begitu, tidak masalah, pak kiai. Yang penting kami sekeluarga bisa naik sapi di akhirat nanti.”
KH. Bisyri Syamsuri dan KH. Wahab Chasbullah (Allah yarhamhumaa) adalah
dua ulama NU (Nahdlatul Ulama). Mbah Bisri terkenal “hitam putih”
(kaku, tasydid) dalam masalah fikih, sementara mbah Wahab Lebih
fleksibel (kompromi, takhfif). Kedua pendekatan yang berbeda ini membuat
gaya kepemimpinan mereka juga berbeda ketika masing-masing mendapat
amanah sebagai Rais ‘Am NU. Dan, inilah contoh betapa Islam menghargai
perbedaan pendapat. Jadi, terserah anda, mau ikut cara Mbah Bisri atau
Mbah Wahab.[]